Kamis, 17 Juli 2014

PENERAPAN CULAPANNAMA SUTTA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT AKAN BAHAYA KORUPSI

PENERAPAN CULAPANNAMA SUTTA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT AKAN BAHAYA KORUPSI
Oleh :
Prayogo Pangestu
Pendahuluan
          
  Korupsi adalah salah satu jenis tindak kejahatan yang sama dengan pencurian. Korupsi menjadi satu-satunya tindak kejahatan yang sangat merugikan bangsa dan negara. Dewasa ini korupsi semakin merajalela dikalangan masyarakat, yang pada akhirnya dapat membawa bencana krisis moneter. Saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi penyakit mental budaya korupsi. Tindak kejahatan korupsi ini semata-mata bertujuan untuk memperkaya diri sendiri tanpa memandang kepentingan orang lain.
 Salah satu sasaran utama yang menyebabkan terjadinya tindak korupsi adalah uang. Bagi manusia, uang merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan dapat dikatakan sebagai nyawa kedua. Oleh karena itu dapat dirumuskan beberapa faktor terjadinya korupsi; Ada uang yang bukan miliknya, ada keperluan pribadi atau orang lain, ada niat/kehendak  penyalahgunaan, ada kesempatan bagi penyalahgunaan, dan ada penyalahgunaan atau penyelewengan (Bhikkhu Jotidhammo, 2006: 3).
            Dewasa ini banyak terjadi kasus korupsi yang dilakukan oleh petinggi negara, sehingga hukum pun sudah tidak dihiraukan lagi. Mereka beranggapan dengan kekayaan yang mereka miliki mampu membeli hukum yang sudah ada. Masih banyak lagi kasus korupsi yang dilakukan para pejabat negara yang menjadi masalah yang sangat kompleks yang harus segara ditangani. Contoh kecil kasus korupsi yang sangat merugikan negara adalah kasus hambalang yang merugikan negara hingga 500 milyar. Selain itu, salah satu kasus yang saat ini menjadi perhatian masyarakat adalah tersandungnya ketua Mahkamah Konstitusi dalam praktek korupsi. Dengan demikian, semakin maraknya para koruptor di Indonesia membuat kepercayaan masyarakat terhadap para penegak hukum semakin menurun.
            Usaha dalam pencegahan korupsi ini sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun semakin banyak pencegahan yang dilakukan semakin banyak pula kasus-kasus korupsi yang terjadi. Tindak kejahatan korupsi ini terjadi bukan hanya dilakukan oleh para petinggi negara dan para pejabat, namun terjadi pula pada lapisan masyarakat menengah kebawah. Dengan birokrasi yang sudah membudaya dengan tindak korupsi, maka sudah tidak heran lagi apabila terjadi kasus korupsi dilapisan masyarakat menengah kebawah.   Agama Buddha menekankan untuk tidak melekat terhadap apa yang bukan dimilikinya, dengan semakin melekat terhadap apa yang bukan miliknya maka dapat menyebabkan seseorang tidak mampu mengendalikan dan mengatur penghaSilan secara harmonis sehingga tingkat pengeluarannya lebih tinggi. Dalam Dhammapada, 84 menyatakan bahwa:
“Orang bijaksana tidak bertindak curang, baik untuk kepentingan sendiri maupun orang lain. Ia tidak menginginkan anak, kekayaan ataupun kekuasaan dengan berbuat jahat. Ia pun tidak menginginkan sukses dengan cara yang salah. Sesungguhnya ia orang yang berbudi, adil, dan bijaksana”.
Hal ini membuktikan bahwa Agama Buddha sangat melarang keras seseorang untuk melakukan tindak korupsi untuk keperluan pribadi maupun pihak lain. Buddha bukan hanya memberikan teori, tetapi juga memberikan praktik nyata yaitu dengan menerapkan disiplin keras kepada muridnya untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan.
Maraknya Kasus Korupsi Akibat Melemahnya Moral Manusia Dewasa Ini
            Berbagai upaya dan usaha dalam pencegahan korupsi sampai saat ini tak kunjung menemukan titik terang. Hal ini disebabkan karena semakin melemahnya moralitas manusia sehingga korupsi pun semakin marak. Yang harus dilakukan adalah meningkatkan moralitas secara personal. Dalam hal ini agama berperan penting untuk menyelesaikan kasus tersebut. Buddhisme dalam hal ini sudah mampu memberikan jawaban yang tepat untuk mencegah terjadinya kasus korupsi. Dalam Atthangika Magga (Jalan Utama Berunsur Delapan), Buddhisme telah menjelaskan kepada kita semua bahwa kita harus menolak tindakan korupsi dan lebih ditekankan untuk memiliki mata pencaharian yang benar, dengan tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
            Korupsi terjadi karena keserakahaan yang menguasai diri manusia. Dalam Agama Buddha yang menyebabkan terjadinya kemerosotan moral manusia adalah Lobha atau keserakahan. Lobha mampu menutup mata kebajikan manusia yaitu dengan keinginan yang sangat banyak dan menyebabkan penderitaan. Hal ini yang mendasari faktor utama terjadinya korupsi demi memenuhi keinginan. Agama Buddha telah menjelaskan, dengan merawat Sila yang baik maka akan tercapai kekayaan lahir dan batin, hal ini menunjukkan bahwa Buddhisme sangat menjunjung tinggi moralitas umatnya dalam upaya pencegahan korupsi.
Hubungan Culapannama Sutta dengan Kesadaran Akan Bahaya Korupsi
            Korupsi merupakan masalah yang harus segera ditangani dan diberantas. Berkaitan dengan masalah korupsi,  Buddhisme memberikan banyak solusi untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya korupsi. Salah satu solusi untuk menyadarkan masyarakat yaitu dengan Culapannama Sutta. Sutta ini berisi tentang ajaran Sang Buddha yang didalamnya membahas mengenai ciri-ciri orang jahat dan orang baik. Dengan mengerti bagaimana ciri orang jahat dan orang baik maka diharapkan masyarakat lebih menyadari akan bahaya korupsi.
            Dengan adanya pemahaman akan makna yang terkandung dalam Culapannama Sutta, umat Buddha akan menyadari bahaya dari tindakan korupsi. Selain mengerti, maka hal terpenting yang harus segera diketahui adalah akibat dari tindakan korupsi itu sendiri. Fakta yang terjadi dimasyarakat saat ini adalah kurangnya kesadaran mereka tentang korupsi yang terjadi disekitar mereka. Mereka cenderung menganggap hal itu sebagai angin lalu saja, sehingga para koruptor menjadi merajalela bak jamur dimusim hujan.
            Etika dan moral haruslah menjadi prinsip dasar setiap tindakan. Kaitannya dalam hal ini, Culapannama Sutta memberikan jawaban tentang bagaimana manusia harus berbicara, bertindak, dan melakukan segala sesuatu dengan benar. Didunia yang modern seperti ini memanglah sangat sulit untuk bertindak secara benar. Faktor lingkungan dan pergaulanlah yang menuntut seseorang untuk bertindak tidak sejalur dengan hukum yang sebenarnya.
Aplikasi Culapannama Sutta untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Tentang Bahaya Korupsi
            Dari data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menunjukkan peningkatan kasus korupsi di Indonesia tahun 2013 sudah mencapai level emergency. KPK juga menyebutkan telah terjadi peningkatan kasus korupsi dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013. Dari fakta tersebut telah menunjukkan bahwa tindak korupsi di Indonesia sudah semakin merajalela dan berada disekitar masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, masyarakat harus menerapkan dan mempraktekkan beberapa sifat dan tindakan-tindakan baik  seperti yang terkandung dalam Majjhima Nikaya, Culapannama Sutta, 110, yaitu:
“Seseorang yang benar memiliki sifat-sifat baik; dia bergaul sebagai orang yang benar, dia berharap sebagai orang yang benar, dia menasehati sebagi orang yang benar, dia berbicara sebagai orang yang benar, dia bertindak sebagi orang yang benar, dia memegang pandangan sebagai orang yang benar,dia memberikan dana sebagai orang yang benar”.
Sutta diatas sudah tertera jelas bagaimana seseorang harus bertindak. Salah satu penyebab terjadi korupsi adalah faktor lingkungan. Oleh karena itu Sang Buddha menganjurkan untuk bergaul dengan orang yang benar supaya tidak terjerumus kedalam hal-hal negatif. Dari sutta tersebut dapat disimpulkan seseorang yang benar harus mempunyai keyakinan serta rasa malu dan takut untuk melakukan segala sesuatu yang tidak sejalan dengan hukum.
            Dalam Culapannama Sutta juga dijelaskan akibat dari seseorang yang tidak mempunyai sifat dan tindakan yang tidak benar. Seseorang yang hidupnya selalu diliputi keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, setelah kematian akan muncul dialam yang menyedihkan. Dari pernyataan tersebut maka diharapkan masyarakat dapat lebih meningkatkan kesadaran akan bahaya korupsi. Selain itu juga dapat memberikan pengertian terhadap para pelaku korupsi akan bahayanya akibat dari tindak korupsi tersebut.
            Sudah banyak solusi yang diterapkan pemerintah dalam penanganan korupsi, tetapi belum ada hasil yang memuaskan. Berkaitan dengan hal itu Buddhisme menawarkan sebuah solusi tepatnya dalam Culapannama Suttayaitu bagaimana ciri-ciri orang benar memberikan dana. Dengan berdana seseorang belajar untuk tidak melekat terhadap apa yang dimilikinya dan dapat meningkatkan kedermawanan. Seorang koruptor selalu dibelenggu oleh tiga akar kejahatan yaitu Lobha, Dosa, dan Moha. Dengan kata lain, sifat kedermawanan dapat membuat seseorang akan lebih mengerti akibat dari tindakan korupsi.
            Dalam Culapannama Sutta dijelaskan ciri tindakan orang yang benar akan selalu menjauhkan diri dari membunuh mahluk hidup, dari mengambil apa yang tidak diberikan, dan dari berperilaku salah dalam kesenangan indera. Sang Buddha sudah begitu jelas dalam menyampaikan tindakan apa yang seharusnya diperbuat dengan benar. Dalam menangani kasus korupsi, yang harus dirubah adalah pandangan diri personal seseorang terlebih dahulu. Dengan demikian, apabila pandangan seseorang sudah benar maka tindakannya pun akan menjadi benar sehingga tindak korupsi akan mustahil untuk dilakukan.
            Kenyataan yang kita ketahui bahwa ajaran Buddhisme sangat sejalan untuk mengatasi berbagai permasalahan korupsi. Sang Buddha menjelaskan dalam berbagai khotbah yang mengharuskan seseorang untuk mengatasi diri sendiri terlebih dahulu. Seseorang yang mampu menaklukan diri sendiri untuk tidak berbuat salah sesungguhnya adalah pahlawan sejati. Hal ini pada kenyataannya sangat sulit untuk dipahami karena kita semua masih diliputi Lobha (keserakahan), Dosa (kebencian) dan Moha (kebodohan). Akar kejahatan itulah yang harus dilenyapkan sampai tuntas. Dengan berpedoman terhadap Culapannama Sutta, dapat digunakan sebagai pedoman untuk menerapkan bagaimana menjadi orang yang mempunyai sifat dan tindakan.
Kesimpulan
            Korupsi merupakan tindak kejahatan yang harus segera diatasi. Meskipun kenyataannya sulit untuk diberantas dengan cara-cara modern, tetapi dapat diatasi dengan cara yang fundamental demi mengurangi penderitaan. Nilai moral yang terkandung dalam Buddhisme dapat memangkas bibit-bibit korupsi. Dengan semakin maraknya kasus korupsi yang terjadi dewasa ini, maka diperlukan solusi jitu untuk menyelesaikannya. Buddhisme merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan korupsi.
            Agama Buddha adalah agama yang sejalan dengan ilmu pengetahuan, dan terkandung berbagai nilai moralitas yang sangat relevan dengan zaman modern seperti ini. Culapannama Sutta mengajak seseorang menjadi lebih mengerti akan pentingnya bertindak dengan baik yang sejalan dengan hukum. Culapannama Suttamemberikan petunjuk bagaimana seseorang harus mempunyai sifat dan tindakan yang benar. Tidak hanya berhenti disitu saja, Culapannama Sutta memberi tahu kepada kita akibat dari seseorang yang mempunyai tindakan yang benar dan tindakan yang salah.
Referensi
-Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi. 2007. Majjhima Nikāya 6 .(diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati, Endang Widyawati S.Pd). Klaten: Vihara Bodhivaṁsa dan Wisma Dhammaguṇa).
-Hamzah, Andi. 2005. Perbendingan Pemberantasan Korupsi diberbagai Negara. Jakarta: Sinar Grafika.
-Rosidi, Ajip. 2009. Korupsi dan Kebudayaan Sejumlah Karangan Lepas. Jakarta: Pustaka Jaya.
-Dkk, Caliadi. 2010. Hukum Dalam Perspektif Buddhis. Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Keagamaan Buddha Indonesia.
-Bhikkhu Jotidammo. 2006. Menuju Masyarakat Anti Korupsi Perspektif Agama Buddha. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.

Tidak ada komentar: